Kamis, 13 Mei 2010

Tugas Riset Akuntansi- Cari Jurnal Akuntansi (2)

SUMBER :http://digilib.unsri.ac.id/download/Jurnal%20MM%20Vol%204%20No%208%20Artikel%204%20Joni%20Emirzon.pdf


REGULATORY DRIVEN DALAM IMPLEMENTASI
PRINSIP-PRINSIP GOOD CORPORATE GOVERNANCE
PADA PERUSAHAAN DI INDONESIA
Joni Emirzon
Tenaga Pengajar dan Ketua Kajian Hukum dan Bisnis
Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya

ABSTRACT
Good Corporate Governance Principles is a new paradigm which is nowdays developing in the world of business. The need for Good Corporate Governance principles is resulted from the bankruptcy of many well known companies in the world and the economics crisis indicated as the result of not implementing the principles of Good Corporate Governance. In addition, the practices of corruption, collusion, and nepotism (KKN) have created unfair bussiness competitions. A good business activity is in reality an indicator of economic development of one country. The restructure a good and stabileeconomy, a good structure or regulatory in the forms of regulations which support the implementation of Good Corporate Governance Principles must
be provide. It is, therefore, a must for corporations to apply Good Corporate Governance. On the other hand, the implementation of good Corporate Governance Principles needs not only professional driven or ethics but also regulatory driven

Keywords : Good Corrporate Governance, Ethics, Laws, Corporations, Regulatory Driven


A. PENDAHULUAN

Di era Pasar Bebas, kegiatan bisnis mulai dituntut mengembangkan, menerapkan sistem dan paradigma baru dalam pengelolaan bisnis yaitu Prinsip-prinsip Tata Kelola Perusahaan yang baik (Good Corporate Governance, disingkat GCG). Pemicu utama berkembangnya kebutuhan akan praktik-praktik Tata Kelola Perusahaan yang baik sebagai akibat terjadinya kebangkrutan perusahaan ternama, seperti Polly Peck, BCCL, WorldCom di Regulatory Driven Dalam Implementasi Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance Pada Perusahaan di Indonesia Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 8 Desember 2006 93 AS, HIH dan One-tel di Australia.1 Peristiwa yang sama terjadi di Indonesia, banyak perusahaan bangkrut yang diindikasi sebagai akibat belum menerapkan Prinsip-prinsip GCG, disamping banyaknya praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).
Berdasarkan kajian PricewaterhouseCoopers yang dimuat di dalam Report on Institutional Investor Survey tahun 20022 menempatkan Indonesia diurutan paling bawah bersama China dan India dengan nilai 1,96 untuk transparansi dan keterbukaan. Tahun 2003, CLSA melaporkan hasil kajian tentang penerapan GCG di Asia yang menunjukan bahwa Indonesia di urutan terbawah atau terburuk di Asia dengan skor 1,5 untuk masalah penegakan hukum, 2,5 untuk mekanisme institusinal dan budaya corporate governance, dengan total nilai 3,2. meskipun skor Indonesia di tahun 2004 lebih baik dibandingkan dengan tahun 2003, namun, Indonesia masih tetap berada di urutan terbawah di antara negara-negara Asia3, seperti tertera dalam tabel dibawah ini.

Tabel 1.

Corporate Governance in Asia (2004) Continuing Under Performance
Markets ranked by corporate governance
Rules&
regulation
(15%)
Enforce
ment
(25)
Political&
Regulatory
(20%)
IGAAP
(20%)
CG
Culture)
(20%)
Country
Score
(2004)
Country
Score
(2003)
Singapore 7,9 6,5 8,1 9,5 5,8 7,5 7,7
Hong Kong 6,6 5,8 7,5 9,0 4,6 6,7 7,3
India 6,6 5,8 6,3 7,5 5,0 6,2 6,6
Malaysia 7,1 5,0 5,0 9,0 4,6 6,0 5,5
Korea 6,1 5,0 5,0 8,0 5,0 5,8 5,5
Taiwan 6,3 4,6 6,3 7,0 3,5 5,5 5,8
Thailand 6,1 3,8 5,0 8,5 3.5 5,3 4,6
Philippine 5,8 3,1 5,0 8,5 3,1 5,0 3,7
China 5,3 4,2 5,0 7,5 2,3 4,8 4,3
Indonesia 5,3 2,7 3,8 6,0 2,7 4,0 3,2

Sumber: CLSA Asia-pacific Market, Asian Corporate Governance Assocition dalam Mas Achmad Daniri, 2005:56.
Berdasarkan data pada tabel di atas menunjukan begitu lemah peraturan perundang-undangan di negara Indonesia yang mengatur aktivitas bisnis dan 1 Hussain dan Mallin dalam Akhmad Syakhroza, Corporate Governance: Sejarah dan Perkembangan, Teori, Model, dan system Governance serta Aplikasinya pada Perusahaan BUMN, Pidato Pengukuhan Guru Besar FE UI, FE UI, Jakarta, 2005, hlm:3 .2 Mas Achmad Daniri, Good Corporate Governance Konsep dan Penerapannya dalam Konteks Indonesia, Ray Indonesia, Jakarta, 2005, hlm:56.
3 Senada hasil penelitian Mskinsey & Company mengenai peringkat pelaksanaan GCG yang
melibatkan para investor di Asia, Eropa, dan Amerika terhadap lima Negara di Asia menyatakan bahwa Indonesia menenpatkan peringkat terendah dalam pelaksanaan GCG. Survei juga menunjukan, lebih dari 75 persen responden menyatakan isu mengenai pemerintahan lebih penting dari pada isu mengenai keuangan. Dalam survei tersebut tercermin sebenarnya para investor rata-rata setuju untuk membayar 27% premium jika perusahaan-perusahaan di Indonesia menerapkan prinsip GCG. Pengamat pasar modal Dandosi matram menambahkan, selama Indonesia belum menerapkan prinsip GCG secara sungguhsungguh, para investor asing tidak akan dating ke Indonesia. (Kompas, Selasa 20 Juni 2000). Joni Emirzon 94 Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 8 Desember 2006 ditambah dengan law enforcement yang sangat lemah dibandingkan dengan negara-negara Asia lainnya.
Berdasarkan uraian di atas, permasalahan yang dibahas dalam tulisan ini adalah bagaimana implementasi prinsip GCG pada perusahaan di Indonesia, apakah diperlukan regulatory driven dalam penerapan prinsip GCG tersebut.

B. PENGERTIAN DAN KONSEP DASAR GOOD CORPORATEGOVERNANCE

Pertama kali, Istilah corporate goverance diperkenalkan oleh Cadbury Committee tahun 1992 dalam laporannya yang dikenal sebagai Cadburry Report. Laporan ini dipandang sebagai titik balik (turning point) yang menentukan praktik Corporate Gorvernance di seluruh dunia4. Cadbury Committee mendefinisikan corporate governance sebagai: “ A set of rules that
define the relationship between shareholder, managers, creditors, the government, employees and other internal and external stakeholders in respect to their rights and responsibilities”5. The Organization for Economic Corporation and Development (OECD), mendefinisikan corporate governance sebagai berikut:6 “ Corporate governance is the syatem by which business corporations are directed and control. The corporate governance structure specifies the distributian of right and responsibilities among different participant in the corporattion, such as the board, the managers, shareholders and other staheholder, and spells out the rule and procedure for making decision on corprate affairs. By doing this, it also provides the structure through which the company objectives are set,and the means of attaining those objectives and
monitoring performance” Australia Stock Exchange (ASE), mendefinisikan corporate governance: “ is the system by which companies are direct and managed. It influences how the objectives of the company set and achieved, how risk is monitored and assessed, and an how performance is optimised”.
Definisi ini dijelaskan bahwa corporate governance sebagai sistem yang dipergunakan untuk mengarahkan dan mengelola kegiatan perusahaan. Sistem tersebut mempunyai pengaruh besar dalam menentukan sasaran usaha maupun dalam upaya mencapai sasaran tersebut. Corporate governance juga mempunyai pengaruh dalam upaya mencapai kinerja bisnis yang optimal serta dalam analisis dan pengendalian resiko bisnis yang dihadapi perusahaan7.
4 I. Nyoman Tjager, dkk.,Corporate Governance, Tantangan dan Kesempatan Bagi Komuniutas
Bisnis Indonesia, PT. Prenhallindo, Jakarta, 2003, hlm.24.
5 OECD Dalam I. Nyoman Tjager, dkk., ibid., 2003, hlm.26.
6 OECD dalam Siswanto Sutojo & E Jhon Aldridge, Good Corporate Governance, PT. Damar
Mulia Pustaka, Jakarta, 2005, hlm:2.
7 Ibid.
Regulatory Driven Dalam Implementasi Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance
Pada Perusahaan di Indonesia Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 8 Desember 2006 95 Corporate governance yang tidak sehat dapat menimbulkan godaan penyalagunaan jabatan Dewan Pengurus dan manajemen perusahaan yang lemah etika bisnis dan moralnya, maka ia juga dapat merugikan para anggota the stakeholders, terutama para pemegang saham, kreditur, perusahaan pemasok dan karyawan8.
World Bank memdefinisikan GCG “ adalah kumpulan hukum, peraturan dan kaidah-kaidah yang wajib dipenuhi yang dapat mendorong kinerja sumber-sumber perusahaan bekerja secara efisien, menghasilkan nilai ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan bagi para pemegang saham maupun masyarakt sekitar secara keseluruhan”9. Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI). FCGI mendefinisikan corporate governance sebagai:
“... seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan, serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang mengendalikan perusahaan. Tujuan corporate governance ialah untuk
menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan (stakeholders)”.
Akhmad Syakhroza memdefinisikan “Corporate Governance adalah suatu sistem yang dipakai “Board” untuk mengarahkan dan mengendalikan serta mengawasi pengelolaan sumber daya organisasi secara efisien, efektif, ekonomis, dan produktif”10.
Berbagai definisi Corporate Governance yang disampai di atas, memiliki kesamaan makna yang menekakan pada bagaimana mengatur hubungan antara semua pihak yang berkepentingan dengan perusahaan yang diujudkan dalam satu sistem pengendalian perusahaan, dengan kata lain, pada intinya prinsip dasar GCG yang disusun terutama oleh OECD terdiri dari lima aspek yaitu:
1. Transparancy, dapat diartikan sebagai keterbukaan informasi, baik dalam proses pengambilan keputusan maupun dalam mengungkapkan informasi material dan relevan mengenai perusahaan.

2. Accountability, adalah kejelasan fungsi, struktur, sistem dan pertanggungjawaban organ perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif. Siswanto Sutojo & E Jhon Aldridge, Good Corporate Governance, PT. Damar Mulia Pustaka, Jakarta, 2005, hlm:4.
Hassel Nogi S. Tangkilisan, Mengelola Kredit Berbasis Good Corporate Governance,
Balairung&Co, Yogyakarta, 2003, hlm:12.
Akhamd syakhroza, “ Best Practice Corporate Governance dalam Kontek Lokal Perbankan
Indonesia, Usahwan No.06 Th.XXXII Juni 2003.
Mas Achmad Daniri, Log. Cit., 2005, hlm:9. Lihat Johny Sudharmono, Good Governed
Company Panduan Praktis bagi BUMN untuk menjadi G2C dan Pengelolaannya Berdasarkan Suara Hati, PT. elex Media Komputindo, Jakarta, 2004, hlm:8. Joni Emirzon 96 Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 8 Desember 2006

3. Responsibility, pertanggungjawaban perusahaan adalah kesesuaian (kepatuhan) di dalam pengelolaan perusahaan terhadap prinsip korporasi yang sehat serta peraturan perundangan yang berlaku.

4. Independency, atau kemandirian adalah suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.

5. Fairness (kesetaraan dan kewajaran) yaitu pelakuan adil dan setara di dalam memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian serta peraturan perundang-undangan yang berlaku.

C. Tujuan dan Manfaat Penerapan Prinsip GCG

Berdasarkan berbagai definisi GCG yang disampai di atas dapat diketahui ada lima macam tujuan utama Good Corporate Governance yaitu:12
1. melindungi hak dan kepentingan pemegang saham,
2. melindungi hak dan kepentingan para anggota the stakeholders non pemegang saham,
3. meningkatkan nilai perusahaan dan para pemegang saham,
4. meningkatkan effisiensi dan efektifitas kerja Dewan Pengurus atau Board of Directors dan manajemen perusahaan, dan
5. meningkatkan mutu hubungan Board of Directorss dengan manajemen senior perusahaan.

Kelima tujuan utama GCG menunjukan isyarat bagaimana penting hubungan antara pihak-pihak yang mempunyai kepentingan dengan perusahaan sehingga diperlukan tata kelola perusahaan yang baik. Di Indonesia, tujuan dan manfaat GCG dapat diketahui dari Keputusan Menteri Negara BUMN melalui SK No. Keputusan 23/M-PM. PBUMN/2000, Pasal 6, Penerapan GCG dalam rangka menjaga kepentingan PESERO bertujuan untuk:13
a) pengembangan dan peningkatan nilai perusahaan;
b) pengelolaan sumber daya dan resiko secara lebih efisien dan efektif;
c) peningkatan disiplin dan tanggung jawab dari organ PESERO dalam rangka menjaga kepentingan perusahaan termasuk pemeang saham, kreditur, karyawan, dan lingkungan dimana PESERO berada, secara timbal balik sesuai dengan tugas, wewenang, dan tanggung jawab masing-masing;
d) meningkatkan kontribusi PESERO bagi perekonomian nasional;
e) meningkatkan iklim investasi; dan
f) mendukung program privatisasi.
12 Ibid, hlm:5.
13 Baca Pasal 6 Keputusan Menteri Negara Penanaman Modal dan Pembinaan BUMN melalui
SK No. Keputusan 23/M-PM. PBUMN/2000.
Regulatory Driven Dalam Implementasi Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance Pada Perusahaan di Indonesia Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 8 Desember 2006 97
Untuk menciptakan tujuan tersebut diperlukan GCG. GCG dapat dimakna-kan sebagai rangkaian mekanisme dengan apa suatu perusahaan publik diarahkan dan dikendalikan sesuai dengan harapan para stakeholders. Mekanisme tersebut merefleksikan suatu struktur pengelolaan perusahaan dan menetapkan distribusi hak dan tanggungjawab diantara berbagai partisipan di dalam perusahaan.
Tujuan utama dari pengelolaan perusahaan yang baik memberikan perlindungan yang memadai dan perlakuan yang adil kepada pemegang saham dan pihak yang berkepentingan lainnya melalui peningkatan nilai pemilik saham secara maksimal, bukanlah sekedar suatu upaya untuk menjaga agar perusahaan bekerja sesuai peraturan dan norma yang berlaku secara universal, tetapi terutama bahwa pengelolaan yang baik itu dapat diketahui oleh publik dan para pihak yang berkepentingan, sehingga memperoleh keyakinan bahwa taruhannya di perusahaan publik adalah suatu keputusan yang benar14. Menurut KNKG perusahaan yang telah memberikan respon mereka dengan cara menerapkan kebijakan-kebijakan dan praktik-praktik corporate governance yang lebih baik tidak menempatkan penerapan GCG sebagai tujuan akhir, akan tetapi perusahaan menyadari bahwa hal tersebut sangat penting untuk mencapai:15
1. peningkatan kinerja perusahan melalui prosedur pengambilan keputusan yang lebih baik, kegiatan operasi yang lebih efisien dan pemberian layanan yang lebih baik;
2. Akses terhadap pembiayaan dengan biaya rendah bagi teknologi-teknologi baru, keahlian manajemen, pasar, dan sumber-sumber pembiayaan lainnya,yang akan mengikatkan nilai perusahaan;
3. Masyarakat investor yang puas karena perusahaan memberikan dividen dan nilai perusahaan yang lebih baik atas hasil kinerja keuangan yang meningkat;
4. Kelangsungan hidup perusahaan jangka panjang dan penciptaan nilai dengan tetap mempertimbangkan kepentingan seluruh stakeholders;
5. Sumber pendapatan Pemerintah melalui privatisasi BUMN, serta pembayaran dividen dan pajak oleh BUMN. Selain manfaat dan tujuan sebagaimana dijelaskan di atas, penerapan GCG setidak-tidaknya ada empat situasi ideal yang hendak dicapai, yakni:16
1. Existence of fair business: efficient market, efficient regulation, and efficient contract;
14 G. Suprayitno, dkk., Log. Cit., 2004, hlm:48.
15 Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance (KNKCG), Profil Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance, KNKCG, Jakarta 2001.
16Ainun Na’in, “Applying Good Corporate Governance in Indonesia (a General case of State
Owned Enterprises”, makalah disampaikan dalam Seminar sosialisasi Corporate Governance,
diselenggarakan kerja sama Universitas Gadjah madah dan University of Saouth Caroline, Yogyakarta, 21 Juli 2000. Joni Emirzon 98 Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 8 Desember 2006
2. Information regarding the (fair) price and specification of goods and services being exchanged is available to all parties;
3. Each party is able and is willing to compy to the rules and regulation, ant terms and condition incontract;
4. Judicial process exist and are able to implement the rules and to execute punishment to the non-compliant of the contract.
Selain itu, Corporate Governance yang baik diakui dapat membantu “mengebalkan” perusahaan dari kondisi yang tidak menguntungkan, dalam banyak hal corporate governance yang baik telah terbukti meningkatkan kinerja perusahaan sampai 30% di atas tingkat kembalian (rate of return) yang normal, oleh karena itu, Corporate Governance yang baik memberikan manfaat pada perbaikan dalam komunikasi, minimisasi potensi benturan, fokus
pada strategi-strategi utama, peningkatan dalam produktivitas dan efisiensi, kesinambungan manfaat (sustainability of benefit), promosi citra perusahaan (corporate image), peningkatan kepuasan pelanggan, dan peroleh kepercayaan investor17.

D. Prinsip Good Corporate Governance dalam Hukum Perusahaan di Indonesia

Ketika Perseroan Terbatas diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) banyak yang berpendapat bahwa ketentuan tersebut telah ketinggalan atau kurang mengakomodatif untuk menampung kebutuhan masyarakat di bidang hukum perusahaan, sehingga timbul wacana untuk mengganti dan membuat Rancangan Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas.
Pada tahun 1995, berhasil diterbitkan UU No.1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. Terbitnya UUPT ini ditunggu dengan penuh harapan, karena akan ada landasan hukum yang kuat untuk menjalan perusahaan dan memberikan perlindungan hukum yang maksimal dan dianggap merupakan langkah maju dibandingkan dengan KUHD, karena banyak hal yang telah
diatur UUPT yang sebelumnya tidak diatur dalam KUHD. Namun, dalam perjalannya UU No.1 tahun 1995 mendapat kritikan yang tajam dari berbagai kalangan, ternyata banyak ketidakjelasan apa yang diatur dalam Undang- Undang Perseroan Terbatas tersebut, seperti bagaimana perlindungan pemegang saham minoritas, bagaimana pertanggungjawaban anggota dewan komisaris, bagaimana tanggung jawab direksi dalam menjalankan manajemen perusahaan, kemudian bagaimana hubungan hukum antara pemegang saham dengan agen yang melaksanakan manajemen perusahaan dan sebagainya.
17 Imam Sjahputra Tunggal dan Amin Widjaja Tunggal, Membangun Good Corporate Governance (GCG), Harvarindo, Jakarta, 2002, hlm:9. Regulatory Driven Dalam Implementasi Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance Pada Perusahaan di Indonesia Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 8 Desember 2006 99 Kehadiran Komite audit menjadi bukti bahwa UUPT dan UU Pasar Modal telah banyak ketinggalan dengan perkembangan bisnis. Ketertinggalan ini dapat dijelaskan dari dasar pengaturan dan praktik komite audit selama ini
di Indonesia. Pengaturan Komite audit selama mengacu pada ketentuan dalam KepMen BUMN No.Kep-103/2002 dan pedoman GCG18.
Dalam kondisi UUPT seperti ini dan tidak didukung praktik bisnis yang baik, dimana praktik bisnis di Indonesia memperoleh skor terendah di beberapa negara Asia Pasifik, daya saing juga sangat rendah, bahkan makin menurun, sebagai akibat terjadi persaingan bisnis tidak sehat, terjadi kolusi antara pengusaha dan penguasa, makin maraknya perbuatan KKN, baik dalam kegiatan bisnis maupun pemerintahan. Di satu sisi, paradigma prinsip Good Corporate Gavernance makin mengemma di seluruh dunia, dan hasil penilai berbagai lembaga internasional Indonesia termasuk negara yang penerapan GCG-nya terendah. Menyadari fakta tersebut, maka perlu ada upaya memperbaiki kinerja perusahan di Indonesia, perlu penataan ulang tata kelola perusahaan di Indonesia dengan baik jika ingin bertahan dan mampu bersaing di pasar global. Penataan ulang akan diawali dengan perbaikan regulasi yang mengatur kegiatan bisnis, seperti UUPT, UU Pasar Modal, UU Perbankan, Undang- Undang Anti Monopoli, dan sebagainya. Penataan ulang dimaksud adalah regulasi di bidang bisnis disesuaikan dengan paradigma prinsip GCG.
Sebagaimana dijelaskan di atas, mengenai paradigma prinsip GCG yang disusun OECD terdiri dari lima prinsip yang dianggap ideal yang harus tercakup dalam setiap penerapan corporate governance. Jika kelima prinsip tersebut dijabarkan dan dianalisis ke dalam hukum perusahan Indonesia, dapat diketahui hal-hal sebagai berikut:
1). Perlindungan Terhadap hak-hak Pemegang Saham, Hukum Perusahaan di Indonesia, UUPT mengenal beberapa prinsip ini, namun, pengaturannya relatif sumir, dimana lebih banyak prinsip yang belum atau tidak diterapkan, misalnya prinsip pencatatan saham atau bukti pemilikan maupun prinsip perolehan informasi yang relevan mengenai perseroan pada waktu yang tepat, kecuali pada perusahaan publik, itupun masih belum sepenuhnya diterapkan. Terlebih perusahaan privat yang berskala menengah dan kecil yang kebanyakan tidak tercatat, bahkan sangat jarang dilakukan pertanggung-jawaban direksi pada tiap akhir tahun buku peseroan atau dilakukan audit, dan sebagainya.
2). Persamaan Perlakuan terhadap Seluruh Pemegang Saham, Hukum Perusahaan di Indonesia tidak secara holistik mengatur prinsip ini, seperti yang diatur dalam Pasal 46 ayat (2) UUPT ditegaskan bahwa “setiap saham dalam kualifikasi yang sama memberikan hak yang sama kepada 18 Hasnati, Analisis Hukum Komite Audit Dalam Organ Perseroan Terbatas Menuju Good Corporate Governance, Jurnal Hukum Bisnis, Volume 22-No.6-Tahun 2003, Jakarta, hlm:17. Joni Emirzon 100 Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 8 Desember 2006
pemegang”, tetapi perlindungan terhadap setiap pemegang saham ternyata belum equel. Jika ditelusuri lebih jauh, prinsip ini salah satu aspek yang perlu diprioritaskan dalam penerapan dan atau pengaturan corporate governance di Indonesia. Dalam praktinya masalah perlindungan
pemegang saham minoritas masih sarat kontrovesi, dan sering sekadar hanya merupakan wacana normatif. Contoh lain, penerapan Pasal 55 ayat (1) UUPT, yang menentukan bahwa.
“Setiap pemegang saham berhak memintak kepada perseroan agar sahamnya dibeli dengan harga yang wajar, apabila yang bersangkutan tidak menyetujui tindakan perseroan yang merugikan pemegang saham atau perseroan, berupa: perubahan anggaran dasar, penjualan,
penjaminan, pertukaran sebagian besar atau seluruh kekayaan perseroan”, atau penggabungan, peleburan, atau pengambialihan perseroaan”.
Ketentuan pasal ini sangat limitatif dan tidak menentukan secara imperatif mewajibkan perseroan membeli saham dari pemegang saham minoritas, maupun sanksi jika perseroan menolak membeli saham tersebut, dengan kata lain pemegang saham minoritas tertutup untuk memanfaatkan pasal 55 UUPT.
3). Peranan Stakeholders dan Corporate Governance, Prinsip ini merupakan wacana baru dalam praktik bisnis di Indonesia di bawah payung UUPT, tidak ada ketentuan hukum perusahaan yang secara jelas dan tegas mengatur hubungan organisasi perseroan dengan stakeholder di luar
Perseroan Terbatas. UUPT belum mengakomodir prinsip ini, namun UUPT memberikan sarana kepada pihak ketiga untuk memulihkan kepentingan yang dirugikan karena perbuatan pemegang saham atau pengurus perseroan, misalnya sarana yang diadakan untuk mengakomodir teori piercing the corporate veil, dengan alasan penipuan, ketidakadilan,
penindasan dll.
4). Keterbukaan dan Transparansi, Hukum Perusahaan yang berlaku di Indonesia tampaknya baru mengakomodir prinsip disclosure and transparancy bahwa kewajiban Direksi dan Komisaris dalam menjalankan tugas-tugasnya harus dilandasi iktikad baik, tidak ada ketentuan yang jelas mengatur kewajiban, atau sanksi apabila perseroan tidak menerapkan keterbukaan dan atau transparansi. Yang banyak terjadi dalam praktik justru tindakan-tindakan sebaliknya. Sudah menjadi rahasia umum begitu banyak perusahaan yang mengaburkan berbagai informasi menyangkut kegiatan perseroan dengan maksud seperti menyiasati perpajakan atau ketenagakerjaan.
5). Akuntabilitas Dewan Komisaris (Board of Directors), Kerangka Corporate Governace harus menjamin adanya pedoman strategis perusahaan, pengawasan yang efektif terhadap manajemen yang dilaksanakan oleh dewan komisaris, serta akuntabilitas dewan komisaris Regulatory Driven Dalam Implementasi Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance Pada Perusahaan di Indonesia
Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 8 Desember 2006 101 terhadap pemegang saham maupun perseroan. Prinsip ini juga tidak atau belum terakomodasi secara hakiki dalam hukum perusahaan yang berlaku dewasa ini.
Jika dicermati bahwa secara detail prinsip GCG belum terakomodasi dalam aturan-aturan Hukum perusahaan di Indonesia, oleh karena itu, prinsip GCG menjadi salah satu alternatif yang oleh kalangan pakar direkomendasi menjadi katalisator dalam upaya mempercepat pemulihan sektor korporasi di Indonesia. Namun, ditemukan relatif banyak aspek dari prinsip GCG yang tidak atau belum terjangkau oleh Hukum Perusaaan yang ada saat ini.
Keterbatasan regulasi dan tolak ukur penerapan GCG, dan kondisi penerapan hukum yang belum mapan di Indonesia sehingga penyalagunaan wewenang masih sulit diatasi melalui hukum yang ada secara transparan.19

E. Pentingnya Regulatory Driven dalam Implementasi Prinsip-Prinsip

Good Corporate Gorvernance pada Perusahaan di Indonesia Di negara-negara Asia, pelaksanaan prinsip GCG merupakan bagian penting dari pembaharuan-pembaharuan ekonomi yang mutlak untuk mengatasi krisis ekonomi. Demikian juga, di Indonesia, usaha-usaha untuk
memperbaiki corporate governance telah dimulai. Hal ini dapat diketahui dari Nota Kesepakatan (Letter of Intent) yang ditandatangani oleh Pemerintah Indonesia dan International Monetary Fund (IMF), dan kelanjutan bantuan keuangan dari pihak IMF bergantung pada perbaikan di bidang corporate governance. Menindaklanjuti Nota Kesepakatan tersebut, sejak 5 tahun lebih yang lalu, pemerintah Indonesia telah mencanangkan penerapan tata Kelola Perusahaan yang baik. Ujud dari kepedulian pemerintah tersebut didirikan satu lembaga khusus yang bernama Komite Nasional mengenai Kebijakan Corporate Governance (KNKCG), yang kemudian dirubah menjadi Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG). KNKCG dibentuk berdasarkan
Keputusan Menteri Negara Koordinator Bidang Keuangan dan Industri Nomor: KEP-31/M.EKUIN/06/2000. Tugas pokok KNKG merumuskan dan menyusun rekomendasi kebijakan nasional mengenai GCG, serta memprakarsai dan memantau perbaikan di bidang corporate governance di Indonesia. Saat ini KNKG telah berhasil menyusun Code of GCG. Tujuan disusun Pedoman GCG agar Code of GCG menjadi ajuan bagi pelaksanaan GCG oleh pelaku bisnis di Indonesia dan semua perusahaan yang didirikan berdasarkan peraturan perundang-undangan Republik Indonesia juga diharapkan dapat menerapkan
Pedoman GCG secepatnya.20 19 Kusnan M. Djawahir dalam I Tjoman Tjager dkk, Log. Cit, hal:105 20 Komite Nasional kebijakan Corpoprate Governance, Pedoman Good Corporate Governance, Jakarta, 2001, hlm:2. Joni Emirzon 102 Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 8 Desember 2006 Menindaklanjuti komitmen pelaksanaan prinsip-prinisip GCG, Pemerintah Indonesia telah menerbitkan berbagai kebijakan, misalnya keputusan Menteri BUMN No.Kep-117/M-MBU/2002 tentang Penerapan Praktik GCG pada BUMN, dalam Pasal 2 ayat (1) ditentukan bahwa BUMN wajib menerapkan GCG secara konsisten dan atau menjadikan GCG sebagai landasan operasional. Ini berarti khusus BUMN merupakan kewajiban dan BUMN dijadikan contoh dalam penerapan GCG di Indonesia, namun sayang hingga saat ini baru sebagian kecil BUMN yang melaksanakan instruksi Putusan Menteri BUMN tersebut, seperti PT. Batu Bara Bukit Asam, PT. Aneka Tambang, PT. Pustri, dll.
Sementara itu, inisiatif dari sektor swasta melalui asosiasi-asosiasi bisnis dan profesi telah melahirkan Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI). Tujuan dan obyektif didirikan FCGI meningkatkan kesadaran dan mensosialisasi-kan prinsip dan aturan mengenai Governance, Corporate Governance, dan Corporate social Responsibility (CSR) kepada dunia bisnis di Indonesia dengan mengacu kepada international best practice sehingga memperoleh manfaat dalam melaksanakan prinsip dan aturan yang sesuai dengan standar GCG dan CSR21. Selama lima tahun terakhir FCGI telah melakukan berbagai kegiatan dalam rangka mengimplementasikan prinsip GCG. Bentuk kegiatannya sebatas memberikan informasi, memberikan bantuan konsultasi, dan sosialisasi prinsip-prinsip GCG kepada perusahaan, badan pemerintah, mahasiswa dan pihak-pihak yang berminat. Selain dari itu terbentuk pula institut-institut yang berkecimpung di bidang corporate governance, misalnya: Indonesia Institute for Corporate Governance (IICG) dan Institute for Corporate Directorship. Berbagai kegiatan pengkajian tentang implementasi prinsip GCG yang telah dilakukan oleh lembaga-lembaga tersebut, seperti IICG.
Bentuk kegiatan yang dilakukan IICG adalah penilaian penerapan GCG di Indonesia sejak tahun 2001 hingga tahun 2004. Penilaian penerapan GCG awalnya hanya diperuntukkan pada perusahaan yang terbuka (Tbk.) yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta (BEJ) yang berjumlah 334 perusahaan, sedangkan untuk perusahaan yang belum terdaftar di BEJ belum dilakukan penilaian. Acuan Penilaian yang digunakan IICG ada 9 Dimensi GCG, yaitu: Komitmen terhadap tata kelola perusahaan, Tata kelola Dewan Komisaris;Komite-komite Fungsional, Dewan Direksi, Transparansi:Perlakuan terhadap Pemegang Saham, Peran Pihak Berkepentingan lainnya; Integritas, dan Indepensi. 22 Survey Corporate Governance Persception Index (CGPI) yang dilakukan oleh IICG bekerjasama dengan Majalah SWA sejak tahun 2001 21 FCGI, Tata Kelola Perusahaan Jilid 1 edisi ke-4, PricewaterhouseCopers dan FCGI, Jakarta 2005, hlm:2. 22 “ 9 Dimensi GCG yang Menjadi Ajuan Penilaian”, Majalah SWA, No.09/XXV/28 April-11 Mei 2005, Jakarta, hlm: 34.
Regulatory Driven Dalam Implementasi Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance
Pada Perusahaan di Indonesia Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 8 Desember 2006 103 hingga 2004. Pada tahun 2001 survei dilakukan terhadap 52 perusahaan publik yang masuk di BEJ. Dari jumlah 52 hanya 22 Emiten dapat dilakukan seluruh pendekatan penilaian, sementara 30 emiten lainnya dinilai berdasarkan informasi publik yang sangat minim. Tahun berikutnya survei diperluas kepada semua perusahaan tercatat di BEJ per Juni 2002, dari 321 perusahaan, hanya 36 yang menyatakan bersedia, tiga diantaranya hingga akhir batas penilaian tak kunjung menyediakan waktu dan data. Sejumlah perusahaan tegas-tegas menolak, sementara 267 lainnya tak memberikan tanggapan meski telah dihubungi berkali-kali oleh Pihak IICG.23
Pada CGPI 2003, kuesioner dikirim kepada 333 perusahaan publik, tapi hanya 34 yang bersedia, menyusut menjadi 31 yang berpartisipasi, 4 menyatakan bersedia tapi hingga tenggang waktu survei tidak memberi kejelasan, 33 menolak, sementara sisanya 264 perusahaan tidak memberikan tanggapan yang jelas. Berdasarkan hasil penilaian Tim Penilai implementasi GCG pada perusahaan yang disurvei dapat diketahui 10 besar perusahaan
dengan peringkat sebagai berikut:

Tabel 2
Peringkat Corporate Governance Perception Index 2003
No Perusahaan Skor No Perusahaan Skor
1. PT. Astra International Tbk. 81,20 6.
2. PT. Kalbe Farma Tbk. 72,84
3.PT. Unilever Indonesia Tbk. 76,86
4. PT. Dankos Lab. Tbk. 72,46
5.PT. Astra Graphia Tbk. 76,76
6.PT. Bank Bumiputra Indonesia Tbk.70,70
7.. PT. Medco Energi International Tbk.74,86
8. PT. BFI Indonesia Tbk. 68,60
9. PT. Bank Niaga Tbk. 74,16
10. PT. Bimantara Citra Tbk. 68,56
Sumber: IICG
Dalam CGPI 2004, hanya 22 yang bersedia dinilai, 34 menolak, 5 perusahaan semula menyatakan kesediaannya, sampai tenggang waktu akhir survei tidak menindaklanjuti dan 262 perusahaan tidak memberikan tanggapan yang jelas. Hasil survei IICG tahun 2004 dapat diketahui 10 peringkat perusahaan yang menerapkan prinsip GCG terbaik seperti tertera pada table di bawah ini.
23 IICG, Penilaian Penerapan Prinsip GCG pada perusahaan di Indonesia tahun 2002, IICG,
Jakarta, 2002
Joni Emirzon
104 Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 8 Desember 2006

Tabel 3
Peringkat Corporate Governance Perception Index 2005 Sektor Keuangan Sektor Non-Keuangan No Perusahaan Skor No Perusahaan Skor
1. PT. Bank Central Asia Tbk. 851,39
2.PT. Astra Internasional Tbk. 858,6
3.PT. Bank Niaga Tbk 842,26
4.Dankos Laboratories Tbk 837,18
5. PT. Bank Permata Tbk 833,34
6. PT. Astra agro Lestari Tbk. 823,15
7. PT. BFI Finance Indonesia Tbk 825,87
8. PT. Astra Graphia Tbk. 805,20
9. PT. Bank Bumiputera Indonesia Tbk.812,87
10. PT. Kalbe Farma Tbk. 802,43
Cataran: Skala 0-1000
Berdasarkan penerapan GCG di perusahaan tahun 2004
Sumber: IICG
Berdasarkan frekuensi perkembangan peserta yang berpartisipasi evaluasi penerapan GCG dari tahun ke tahun terus menurun, pada tahun 2001 berjumlah 22, tahun 2002 berjumlah 33, tahun 2003 berjumlah 34, dan tahun 2004 drastis menurun menjadi 22 partisipan, dan sebagian besar menolak. Penurunan peserta yang berpartisipasi dalam penilaian impelementasi GCG menimbulkan banyak pertanyaan dan perdebatan serta berbagai komentar. Lin Che Wei dari Independent Research&advisory berpendapat bahwa survei ini dilaksanakan dalam bentuk “Voluntarity”, akibatnya pesertanya menjadi sedikit sekali, karena tidak ada unsur keharusan dan hingga saat ini belum ada ketentuan yang mengharuskan setiap perusahaan yang terdaftar maupun tidak di Bursa Efek Jakarta menjalankan prinsip GCG, kecuali BUMN. Saat ini, dari 154 BUMN, yang terdaftar di BEJ 15 BUMN, tetapi yang ikut survei IICG jumlahnya hanya 2 atau 3 BUMN setiap tahun selebihnya tidak, padahal Menteri BUMN telah meninstruksi dengan Keputusan No.Kep- 117-MBU/2002 Keputusan No.Kep-117-MBU/2002 Mewajibkan BUMN
menerapkan GCG dan GCG menjadi pedoman dalam menjalankan perusahaan. Menurut Direktur IICG Dadi Krismatono ada tiga alasan mengapa animo peserta CGPI menurun:24
1. ada perusahaan yang menyadari dirinya belum siap karena prinsip GCG belum terlaksana dengan sempurna
2. ada perusahaan yang merasa tidak punya waktu cukup, karena pelaksanaan survey ini bersamaan dengan persiapan laporan akhir tahun perusahaan. 24 Dadi Krismanto, “10 Peringkat Perusahaan Terpercaya 2005 (GCG), SWA. 09/XXI 28 April 2005, Jakarta, hlm:26. Senada pendapat Prof. Dr. Ny. Badriyah Rifai Amirudin, SH, ada beberapa hal yang perlu digarisbawahi, untuk menilai dunia usaha di Indonesia saat ini, yaitu (1) ketertutupan diri
pengusaha, baik pemilik maupun manajer; (2) tidak dipergunakan kaedah-kaedah usaha dalam bekerja karena lebih menyenangi lobbi; (3) kurangnya kesiapan sebagai entrepreneur yang mampu membawaya ke dunia usaha murni. (Badriyah Rifai Amirudin, Peranan Komisaris Independen dalam Mewujudkan GCG di Tubuh Perusahaan Publik, Pendidikan Network, 23 Januari 2004, Jakarta, hlm:3. Regulatory Driven Dalam Implementasi Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance Pada Perusahaan di Indonesia Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 8 Desember 2006 105 3. ada perusahaan yang memang belum menerapkan GCG dalam seluruh proses bisnis internalnya
Demikian juga Ricky Korompis, dosen mata kuliah GCG dan etika bisnis di Universitas Bina Nusantara, menanggapi anjloknya jumlah peserta survey, persoalnya belum adanya budaya self assessment, kulturnya masih disuruh, bahkan kalau perlu tidak survei, tapi diaudit pula, karena hukum saja masih dilanggar. Lebih lanjut Ricky berpendapat, 50% dari perusahaan di Indonesia yang telah menerapkan GCG masih sebatas make-up atau window dressing, sebatas kulit ari saja, supaya di luar tampak bagus.25 Oleh karena itu, berbagai kalangan berpendapat bahwa masih banyak penerapan GCG di Indonesia sekedar untuk kosmetik atau mendongrak citra perusahaan dan tak konsisten untuk jangka panjang, misalnya kasus Bank BNI, salah satu bank negara terbesar di Indonesia menduduki peringkat ke-7 CGPI 2002 yang berarti perusahaan ini cukup bagus menerapkan prinsip GCG, ternyata tahun 2003 terbongkar kasus sekandal Rp.1,7 triliun yang melibatkan pejabat bank dan penegak hukum. Jika dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan di negara lain, survei penerapan GCG yang dilaksanakan oleh IICG bekerja sama dengan majalah SWA di perusahaan-perusahaan publik di Indonesia hanya direspons kurang dari 10 persen (10%) dari total responden. Sedangkan survei serupa yang
dilakukan di negara-negara maju rata-rata diikuti lebih dari 70 persen responden26. Hal ini mencerminkan masih rendahnya kesadaran GCG di Indonesia. Namun, hal ini tidak terlalu mengejutkan karena sebuah survei lain yang dilakukan La Porta, Lopez, Shleifer, dan Vishny pada tahun 1998-2000 mengenai perlindungan investor dan corporate governance mengklasifikasikan Indonesia sebagai negara dengan tingkat penerapan GCG yang rendah.
Demikian juga, Bank Dunia dalam sebuah survei Governance Research Indicator Country Snapshot tahun 2002 memberi Indonesia skor rata-rata di bawah 25 dari kemungkinan 1-100 untuk enam kategori penilaian, jauh tertinggal dari negara-negara tetangga yang memperoleh skor rata-rata di atas 50. Bahkan untuk kategori pengendalian terhadap korupsi Indonesia hanya memperoleh skor 6,7, jauh tertinggal dari Malaysia, Thailand, dan Filipina yang masing-masing memperoleh nilai 68, 53.6, dan 37.627. Sebelum Bank Dunia melakukan survei, tahun 1999 PricewaterhouseCoopers telah melakukan survei terhadap investor-investor internasional di Asia, hasil suvei menunjukkan bahwa Indonesia dinilai sebagai salah satu yang terburuk dalam bidang standar akuntansi dan penaatan, pertanggung- 25 Ricky Korompis, dalam A. Mohammad B.S, dkk, “ Terpercaya Dulu, Menuai Manfaat Kemudian”, Swa, 09/XXI/28 April 2005, Jakarta, hlm:34. 26 Ardiansyah A Fajari, “ Good Corporate Governance”, Sebuah Keharusan”, Kompas, Kamis 15 April 2004, Jakarta. 27 Kompas, Kamis 15 April 2004. Joni Emirzon 106 Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 8 Desember 2006
jawaban terhadap para pemegang saham, standar pengungkapan dan transparansi serta proses-proses kepengurusan perusahaan. Suatu hal yang sangat memprihatinkan, semua kajian tentang penerapan GCG di Indonesia menghasilkan kesimpulan yang sama yaitu penerapan GCG di Indonesia sangat rendah, terbukti dari buruknya indeks nilai GCG yang diperoleh, hal ini senada dengan pendapat I Nyoman Tjager, Ketua Komite Seminar Nasional GCG 2003, bahwa salah satu penyebab dari rendahnya perolehan indeks GCG adalah “lemahnya system hukum dan peradilan Indonesia dan prinsip GCG belum sepenuhnya terinternalisasi dalam manajemen perusahaan di Indonesia”.28 Hingga saat ini belum ada aturan hukum yang mewajibkan perusahaan menjalankan prinsip-prinsip GCG, sifatnya kesukarelaan, sehingga wajar setiap suvei yang dilakukan oleh IICG selalu diikuti peserta yang sangat sedikit.
Selama ini pemerintah telah menerbitkan berbagai aturan hukum yang terkait dengan GCG, seperti: UU No.1/1995, UU No.19/2003, UU No.8/1995, UU No.5/1999, dan PBI No.8/4/PBI/2006, 30 Januari 2006 tentang GCG bagi BankUmum.
Berdasarkan uraian di atas, sepuluh tahun terakhir berbagai aturan hukum yang diterbitkan, namun dalam praktiknya berdasarkan survei yang dilakukan PricewaterhouseCoopers terhadap para investor internasional tahun 2002, secara global, Negara Indonesia masih termasuk yang rendah dalam hal audit dan kepatuhan, akuntabilitas terhadap pemegang saham, dibandingkan dengan Negara-negara lain di wilayah Asia seperti tertera dalam kurve 1 di bawah ini.
Sumber: FCGI 2005
28 I Nyoman Tjager, GCG Indonesia Rendah, Seminar nasional GCG 2003 23-24 Januari 2003 Bali.
Regulatory Driven Dalam Implementasi Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance Pada Perusahaan di Indonesia
Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 8 Desember 2006 107 Berdasarkan Kurve No.1, menunjukan bahwa Indonesia memiliki peringkat yang paling rendah berkaitan dengan akuntabilitas terhadap pemegang saham, yang mencerminkan lemahnya system hukum pada kondisi makro yang lebih luas, yang berada di luar kendali perusahaa yang terdaftar di bursa saham atau pembuat peraturan. Kendala sangat besar yang dihadapi dalam penerapan prinsip GCG saat ini di Indonesia adalah praktik korupsi, pengelembungan biaya, kolusi serta nepotisme masih tumbuh subur dan terus dipupuk dibanyak perusahaan swata maupun Pemerintah. Berdasarkan analisis ICW menunjukan, selama Januari hingga Juni 2006 terjadi peningkatan tajam jumlah kasus korupsi di berbagai lembaga dan sektor, dalam penjelasan Ketua Bidang Informasi Publik ICW, Adnan Topan Husodo bahwa tahun 2006 terdapat peningkatan korupsi
sangat tajam pada BUMN dan BUMD yaitu 13,4% tahun 2005 naik menjadi 46,4% tahun 2006, menurut Adnan, analisis yang dilakukan ICW ini didasarkan atas laporan masyarakat yang berjumlah 137 dan laporan 83 Media Massa tentang 140 kasus korupsi di daerah dan nasional.29
Menurut penulis, implementasi prinsip GCG tidak terlepas dengan implementasi tata kelola pemerintahan yang baik (good government governance (GGG). Di era globalisasi tuntutan terhadap paradigma good governance dalam seluruh kegiatan tidak dapat dielakkan lagi. Istilah good governance sendiri dapat diartikan terlaksananya tata ekonomi, politik dan sosial yang baik30. Jika kondisi good governance dapat dicapai maka negara yang bersih dan responsif (clean and responsive state) akan terujud, semaraknya masyarakat sipil (vibrant civil society) dan kehidupan bisnis yang bertanggung jawab bukan merupakan impian lagi. Kelemahan yang sangat mencolok dalam proses tercapainya good governance selama ini adalah tingginya korupsi yang terjadi. Korupsi dapat dikatakan merajelala terutama dikalangan birokrasi pada institusi publik atau lembaga pemerintah baik departemen maupun lembaga bukan departemen serta
lembaga BUMN/D. Pemberantasan korupsi merupakan salah satu upaya untuk menegakkan paradigma good governance. Paradigma Good Governance berjalan seiring dengan paradigma good corporate governance. Keberhasilan menerapkan GCG, apabila GGG juga berjalan dengan baik. Oleh karena itu, sepanjang GGG tidak terujud, maka tata kelola perusahaan yang baik juga
tidak akan terujud.
Berdasarkan pembahasan di atas, terjadinya kondisi tersebut lantara GCG belum membudaya di Indonesia31, hal ini senada dengan pendapat Pontas 29 Ibid. “Korupsi di BUMN Meningkat Tajam”, Investor Daily, Kamis Juli 2006 30 Achwan, Rochman, 2000, "Good Governance: Manifesto Politik Abad Ke-21", dalam Kompas, Rabu 28 Juni 2000, hal. 39 31 Disadari bahwa upaya peningkatan kesadaran akan perlunya penerapan GCG sangat dipengaruhi oleh system tata nilai dan budaya yang berkembang di masyarakat, sebaliknya system tata nilai dan budaya yang berkembang di masyarakat juga sangat dipengaruhi komitmen politik pemerintah,
Joni Emirzon
108 Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 8 Desember 2006 R. Siahaan bahwa di Indonesia konsep GCG baru pada tahap pengenalan (setting), padahal GCG berhubungan juga dengan fungsi monitoring atau implementasi secara terus menerus, apa-apa yang harus diperbaiki terhadap setting yang telah dibuat, sehingga nantinya akan terbangung model GCG yang sesuai dengan kondisi yang akan berdampak kepada penguatan kinerja.
Kemudian, tahap berikutnya adalah tahap performance yaitu mengukur kinerja yang dihasilkan dari persiapan GCG ini, dan yang perlu diingat tidak ada single universal corporate governance model. Praktik GCG yang dibangun haruslah yang sesuai dengan kultur sosial dan budaya Indonesia.32
Selain berbagai faktor di atas, ada faktor lain, yaitu Lemahnya sektor korporasi33 telah menyebabkan mereka makin jauh dari peranan sebagai “engine of growth” atau sebagai primadona pembangunan. Dengan kata lain, sektor korporasi adalah tulang punggung dalam pembangunan perekonomian. Penyebab utama dari lemahnya pondasi ekonomi makro Indonesia dikutip dalam studi yang dilakukan oleh ADB pada tahun 2000 di beberapa Negara
Asia Timur, khususnya Indonesia, Korea, Philippines dan Thailand, yang menyimpulkan bahwa:“countries that sufferes dramatic reversal of fortune during the Asean financial crisis have identified weaknesses in corporate governance as one of the major sources of vulnerabilities that led to their economic meltdown in 1997”. Dipihak lain, Presiden ADB, Mr. Tadoa Chino pernah mengatakan bahwa, “ A dynamic private sector is critical to achieving prpoor, sustainable economic growth…” dalam hal ini sektor Usaha perusahaan erat kaitannya dengan usaha pengentasan kemiskinan baik langsung maupun tidak langsung. Dalam kesempatan yang sama, pertanyaan senada juga disampaikan oleh banyak pihak yang mewakili Negara maju maupun Negara berkembang, dalam hal ini mereka mengaris bawahi arti penting dan peran GCG dan arti strategis peran sektor swasta dalam pembangunan.34
Dalam kaitan dengan pembangunan perekonomian, sektor korporasi yang mampu berperan positif bagi pembangunan ekonomi adalah sektor lembaga legislative dan yudikatif. Hal ini dapat diujudkan dengan penyempurnaan peraturan perundangundangan sekaligus penegakan supremasi hukum dan keadilan secara professional, terbuka dan berkeadilan. Seharusnya komitmen politik Pemerintah, DPR, Kehakiman dan kepolisian merupakan faktor pendorong utama dalam pemasyarakatan GCG pada setiap level strata kehidupan kenegaraan. (M. Rizal Ismail, Strategi Membangun Good Corporate Governance, Artikel Properti, 29 Maret 2005, www.panagian.com, hlm:2). 32 Pontas R. Siahaan, Pengelolaan SDM dalam Rangka Penerapan Good Corporate Governance, Makalah dalam workshop GCG bagi Pegawai Deputi Pengawasan Instansi Pemerintah Bidang Perekonomian di Pusdiklat Pengawasan BPKP Gadog, Bogor tanggal 18-20 Agustus 2004. 33 Lemah Korporasi di Indonesia disebabkan oleh lemahnya permodalan yang dimiliki korporasi, SDM yang kurang professional, lemahnya budaya korporasi, tumbuh persaingan bisnis yang tidak sehat. Selama ini kebanyak perusahaan di Indonesia sangat tergantung dengan proteksi yang diberikan pemerintah dan ketergantungan dengan kreditur dalam pengembangan permodalan.34 Jusuf Anwar, Aspek-Aspek Hukum Keuangan dan Perbankan suatu Tinjauan Praktis, Makalah pada Lokakarya Pembangunan Hukum Nasional VIII, Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia, BPHN di Denpasar Bali, 14-18 Juli 2003, hlm:7-8. Regulatory Driven Dalam Implementasi Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance
Pada Perusahaan di Indonesia Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 8 Desember 2006 109 korporasi yang merupakan aset nasional dan bukan mereka yang hanya menjadi beban dan parasit masyarakat. Kelompok korporasi ini adalah kelompok yang patuh dengan prinsip-prinsip GCG, taat pada aturan main dan peraturan yang berlaku, dengan kata lain adalah mereka yang mampu mempraktikkan prinsip-prinsip GCG dalam menjalankan usahanya, oleh karena itu, dalam kehidupan berbisnis saat ini GCG harus merupakan komitmen, Tanpa adanya komitmen yang tinggi dari pelaku bisnis, pemerintah dan masyarakat umum, maka sulit untuk mewujudkan GCG. Untuk mewujudkan semua itu diperlukan pedoman GCG yang mengikat semua pihak.
Code atau Pedoman GCG yang disusun oleh KNKG tahun 2001 hingga saat ini belum efektif. Code for GCG ini hanya berupa pedoman yang bersifat voluntary atau kesukrelaan, nampaknya dengan sistem kesukarelaan ini sulit untuk diterapkan di Indonesia untuk saat ini, tanpa ada dorongan atau paksaan. Oleh karena itu, perlu banyak ketentuan pedoman GCG yang diambil alih oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku dan masyarakat diwajibkan untuk mematuhinya (mandatory compliance). Dalam hal ini dapat diterapkan sanksi bagi pelanggarnya, sebagai contoh ketentuan-ketentuan tentang praktik GCG dalam UU Perbankan dan juga peraturan pelaksanaannya. Di banyak Negara berkembang pelaksanaan GCG lebih didorong karena adanya rasa takut terhadap sanksi yang ada, atau takut kepada penguasa. Peraturan yang berlaku menyediakan berbagai sanksi perdata maupun pidana bagi pelanggarannya, seperti yang diterapkan di Malaysia. Inilah sikap yang perlu dikembangkan terhadap pentaatan terhadap GCG yang bersifat regulatory driven.35 karena prinsip GCG tidak akan berjalan dengan baik tanpa daya paksa melalui regulasi sebagaimana yang diamanatkan oleh OECD, menurut OECD, faktor utama keperhasilan penerapan prinsip-prinsip GCG adalah landasan hukum yang memungkinkan prinsi-prinsip GCG diterapkan bahkan lebih dari itu.
GCG harus dianggap sebagai aset yang tidak berujud yang akan memberikan hasil balik yang memadai dalam hal memberikan nilai tambah perusahaan dan GCG juga sebagai way of life atau kultur perusahaan yang dapat dimanfaatkan dalam proses pengambilan keputusan serta pedoman perilaku manajemen. Oleh karena itu, ke depan setiap bidang atau sektor akan menerbitkan Pedoman GCG yang bersifat voluntary dan harus memuat hal pokok tentang kewajiban pemenuhannya bersifat “mandatory” dan juga dimasukan system reward and punishment seperti yang diterapkan di negara Malaysia.
Pengeloaan perusahaan yang baik membutuhkan pengaturan hukum yang dituangkan dalam perangkat peraturan (legal aspect) agar memiliki sifat yuridis-normatif maupun yuridis-sosiologis. Pengaturan hukum bisnis dilakukan sesuai dengan maksud diadakan suatu pengaturan hukum yaitu “to 35 Ibid.
Joni Emirzon
110 Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 8 Desember 2006
provide order, stability, and justice”36. Oleh karena itu, Keberadaan hukum menjadi sesuatu yang sangat substansial secara teoritik dan paradigmatik bagi terjaminnya pengelolaan perusahaan. Dengan kata lain, melalui sarana perangkat hukum pengelolaan perusahaan yang baik diharapkan memiliki dan menjamin terbangunnya suatu kondisi bermuatan ketertiban, kepastian, dan keadilan dalam kegiatan bisnis. Hukum memiliki unsur etis, yaitu hukum mempunyai sasaran yang hendak dicapai atau tujuan akhir menuju keadilan, justitia dalam lingkup “provide justice”. Dengan pengaturan hukum diagendakan bahwa suatu kegiatan bisnis mempunyai ketertiban, kepastian dan keadilan. Dengan pengaturan hukum dapat pula dipahami bahwa kegiatan bisnis harus dituangkan dalam suatu tatanan hukum positif yang bermuatan norma. Tata kelola Perusahaan yang baik tidak dapat dilaksanakan atas dasar “ moral-sukarela” (seperti Kode etik) tanpa memperhatikan dan dibingkai dalam format hukum. Ini berarti hukum menjadi instrumen penting dalam tatanan pengelolaan kegiatan bisnis jasa penilai. Dengan demikian melalui pengaturan hukum yang kontekstual dan mengikuti dinamika kegitan bisnis yang sedang berkembang akan tumbuh suatu tata kelola perusahaan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat bisnis. Penuangan norma hukum perusahaan pada hakekatnya juga sejalan dengan beberapa kelebihan yang dimiliki peraturan perundang-undangan dibandingkan dengan norma lainnyaseperti yang dikutif Satjito Rahardjo dari Algra dan Duyvendijk, yaitu:37
1. Tingkat prediktabili tasnya yang besar,... peraturan perundang-undangan senan tiasa dituntut untuk memberi tahu secara pasti terlebih dahulu hal-hal yang diharapkan untuk dilakukan atau tidak dilakukan oleh anggota masyarakat. Asas-asas hukum seperti “ asas tidak berlaku surut”
memberikan jaminan, bahwa kelebihan yang demikian itu dapat dilaksanakan secara seksama.
Dengan demikian, ketentuan hukum perusahaan di Indonesia ke depan akan memiliki prediktabilitas tinggi dan menjamin kepastian hukum serta keadilan, sehingga pembangunan hukum perusahaan mempunyai keberlakuan yang komprehensif dan pelaksanaan GCG di Perusahaan dapat tertib secara yuridis. Saat ini terdapat ketidakpastian berusaha atau persaingan bisnis yang tidak sehat merupakan suatu kenyataan, seiring secara global berkembangnya paradigma prinisp-prinsip GCG perlu peraturan perundangan yang mengatur
kegiatan tersebut yang mapan secara normatif dan empiris. Dalam hal ini sudah sepantasnya bahwa hukum seharusnya didayagunakan sebagai sarana penciptaan ketertiban dalam tata kelola di bidang bisnis. Oleh karena itu, perlu 36 Ronald A. Anderson and Walter A. Kumpt dalam Soekarwo, Hukum Pengelolaan Keuamgan Daerah di Jawa Timur Berdasarkan Good Finace Governance (Studi terhadap Hukum Pengelolaan daerah di Provinsi Daerah Provinsi Jawa Timur, Kabupaten Sioarjo, Kabupaten Trenggalek, Kota Surabaya dan Kota Kediri, PDIH UNDIP, Semarang, 2004, hlm:47. 37 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996, hlm:84-85.
Regulatory Driven Dalam Implementasi Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance
Pada Perusahaan di Indonesia Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 8 Desember 2006 111 dibangun hukum ideal untuk mengatur aktifitas bisnis. Dengan demikian penerapan Prinisp GCG dalam Pedoman Umum GCG nanti akan di diperkuat dengan UU, sehingga Code for GCG bersifat regulatory driven bukan professional driven dan ethic.

F. Kesimpulan

Berbagai hasil penelitian yang dilakukan oleh lembaga Internasional maupun nasional bahwa Negara Indonesia merupakan negara yang menerapkan prinsip GCG yang relatif terendah dibandingkan negara-negara lain. Kendala yang sangat besar yang dihadapi dalam penerapan prinsip GCG saat ini di Indonesia adalah praktik korupsi, pengelembungan biaya, kolusi serta nepotisme masih tumbuh subur dan terus dipupuk dibanyak badan pemerintahan, perusahaan swata maupun BUMN/D dan belum membudayanya prinsip GCG.
Saat ini di Indonesia telah ada UU Perseroan Terbatas, UU Pasar Modal, namun belum sepenuhnya mencerminkan prinsip-prinisp GCG, sehingga selama satu decade terakhir sangatlah sulit untuk menerapkan GCG di Indonesia, hal ini berdampak pada Kode Etik GCG yang telah disusun oleh KNKG tahun 2001 tidak memilik kekuatan atau daya paksa terhadap pelaku bisnis di Indonesia dalam menerapkan prinsip-prinsip GCG. Kedepan diharapan amandemen UUPT telah mengadopsi prinsip-prinsip GCG. Sebenarnya prinsip GCG adalah rohnya bagi aturan hukum di bidang bisnis, setiap aturan hukum bisnis yang diterbitkan telah disesuaikan dengan prinsip GCG. Salah satu indikator keberhasilan implementasi GCG adalah
kelengkapan aturan hukum di bidang bisnis. Disamping adanya komitmen. Tanpa adanya komitmen yang tinggi yang dimiliki pelaku bisnis, pemerintah dan masyarakat umum, maka sulit untuk mewujudkan GCG dan GCG sulit dimulai jika pelaku bisnis dan masyarakat pada umumnya masih bersikap skeptis
Sikap yang perlu dikembangkan terhadap pentaatan terhadap GCG adalah regulatory driven bukan dorongan professional driven dan ethic driven. GCG harus dianggap sebagai aset yang tidak berujud yang akan memberikan hasil balik yang memadai dalam hal memberikan nilai tambah perusahaan dan GCG juga sebagai way of life atau kultur perusahaan yang dapat dimanfaatkan dalam proses pengambilan keputusan serta pedoman perilaku manajemen.
Joni Emirzon
112 Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 8 Desember 2006

DAFTAR PUSTAKA
Ainun Na’in, “Applying Good Corporate Governance in Indonesia (a General case of State Owned enterprises”, makalah, Seminar Sosialisasi
Corporate Governance, dkerja sama UGM dan University of Saouth Caroline, Yogyakarta, 21 Juli 2000.
Akhmad Syakhroza, Corporate Governance: Sejarah dan Perkembangan, Teori, Model, dan system Governance serta Aplikasinya pada Perusahaan BUMN, Pidato Pengukuhan Guru Besar FE UI, FE UI, Jakarta, 2005.
Badriyah Rifai Amirudin, Peranan Komisaris Independen dalam Mewujudkan GCG di Tubuh Perusahaan Publik, Pendidikan Network, 23 Januari 2004, Jakarta.
Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI), Tata Kelola Perusahaan Jilid 1 edisi ke-4, PricewaterhouseCopers dan FCGI, Jakarta 2005
Hassel Nogi S. Tangkilisan, Mengelola Kredit Berbasis GGC, Balairung&Co,Yogya, 2003
IICG, Penilaian Penerapan Prinsip GCG pada Perusahaan di Indonesia tahun 2002, IICG, Jakarta, 2002.
Imam Sjahputra Tunggal dan amin widjaja Tunggal, Membangun Good Corporate Governance (GCG), Harvarindo, Jakarta, 2002.
I.Nyoman Tjager, dkk.,Corporate Governance, Tantangan dan Kesempatan Bagi Komuniutas Bisnis Indonesia, PT. Prenhallindo, Jakarta, 2003.
I Nyoman Tjager, GCG Indonesia Rendah, Seminar Nasional GCG, 23-24 Jan. 2003 Bali.
Johny Sudharmono, Good Governed Company Panduan Praktis bagi BUMN untuk menjadi G2C dan Pengelolaannya Berdasarkan Suara Hati, PT. elex Media Komputindo, Jakarta, 2004.
Jusuf Anwar, Aspek-Aspek Hukum Keuangan dan Perbankan suatu Tinjauan Praktis, Makalah pada Lokakarya Pembangunan Hukum Nasional VIII, Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia, BPHN di Denpasar Bali, 14-18 Juli 2003.
Komite Nasional kebijakan Corpoprate Governance (KNKCG), Profil Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance, KNKCG, jakarta 2001.
Komite Nasional kebijakan Corpoprate Governance, Pedoman GCG, Jakarta, 2001.
Regulatory Driven Dalam Implementasi Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance
Pada Perusahaan di Indonesia
Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 8 Desember 2006 113
Mas Achmad Daniri, Good Corporate Governance Konsep dan Penerapannya dalam Konteks Indonesia, Ray Indonesia, Jakarta, 2005.
Pontas R. Siahaan, Pengelolaan SDM dalam Rangka Penerapan Good Corporate Governance, Makalah dalam workshop GCG bagi Pegawai Deputi Pengawasan Instansi Pemerintah Bidang Perekonomian di Pusdiklat Pengawasan BPKP Gadog, Bogor tanggal 18-20 Agustus 2004.
Ronald A. Anderson and Walter A. Kumpt dalam Soekarwo, Hukum Pengelolaan Keuamgan Daerah di Jawa Timur Berdasarkan Good Finace Governance (Studi terhadap Hukum Pengelolaan daerah di Provinsi Daerah Provinsi Jawa Timur, Kabupaten Sioarjo, Kabupaten
Trenggalek, Kota Surabaya dan Kota Kediri, PDIH UNDIP, Semarang, 2004.
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996.
Siswanto Sutojo & E Jhon Aldridge, Good Corporate Governance, PT. Damar Mulia Pustaka, Jakarta, 2005. Peraturan Perundang-Undangan:
Undang-Undang No.1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas.
Keputusan Menteri Negara Penanaman Modal dan Pembinaan BUMN melalui SK No. Keputusan 23/M-PM. PBUMN/2000.
Keputusan Menteri BUMN Nomor. KEP – 117/M-MBU/2002, tanggal 01 Agustus 2002 tentang Penerapan Praktek GCG pada BUMN.
Jurnal/Majalah: Akhmad Syakhroza, “ Best Practice Corporate Governance dalam Kontek
Lokal Perbankan Indonesia, Usahwan No.06 Th.XXXII Juni 2003. Dadi Krismanto, “10 Peringkat Perusahaan Terpercaya 2005(GCG),SWA.09/XXI 28/4/2005. Hasnati, Analisis Hukum Komite Audit Dalam Organ Perseroan Terbatas Menuju Good Corporate Governance, Jurnal Hukum Bisnis, Vol. 22- No.6-Tahun 2003, Jakarta
M. Rizal Ismail, Strategi Membangun Good Corporate Governance, Artikel Properti, 29 Maret 2005, www.panagian.com.
Ricky Korompis, dalam A. Mohammad B.S, dkk, “ Terpercaya Dulu, Menuai Manfaat Kemudian”, Swa, 09/XXI/28 April 2005, Jakarta,
Joni Emirzon
114 Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 8 Desember 2006
“ 9 Dimensi GCG yang Menjadi Ajuan Penilaian”, Majalah SWA, No.09/XXV/28 April-1 Mei 2005, Jakarta.
Harian Umum: Kompas, Kamis 15 april 2004.
Achwan, Rochman, 2000, "Good Governance: Manifesto Politik Abad Ke-21", dalam Kompas, Rabu 28 Juni 2000.
Ardiansyah A Fajari, “ GCG”, Sebuah Keharusan”, Kompas, Kamis 15 April 2004, Jakarta.
“Korupsi di BUMN Meningkat Tajam”, Investor Daily, Jakarta, Kamis Juli 2006.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar